Jawa Pos

14 Polisi Dibunuh Rekan Sendiri

- Catatan IPW Selama 2014

JAKARTA – Risiko sebagai polisi yang begitu tinggi menimbulka­n banyak korban tewas. Ironisnya, banyak polisi yang tewas karena ditembak rekan sendiri. Hal tersebut membuat Indonesia Police Watch (IPW) meminta Polri meningkatk­an profesiona­litas anggota.

Sesuai dengan data IPW, pada 2013, polisi yang meninggal mencapai 27 anggota dan pada 2014 meningkat cukup signifikan hingga 41 orang atau meningkat 14 polisi meninggal. Sebanyak 14 polisi tewas di tangan rekan sendiri atau terbunuh dalam tugas.

Ketua Presidium IPW Neta S. Pane menyatakan, selain ditembak rekan sendiri, penyebab terbanyak tewasnya polisi pada 2014 adalah kecelakaan lalu lintas, yakni 10 petugas. Lalu, dikeroyok massa dengan korban lima polisi tewas. ”Ada pula tiga polisi yang tewas karena dibacok orang tidak dikenal dan pe- nyebab lainnya yang membuat sembilan polisi tewas,” ujarnya.

Lokasi dengan jumlah polisi tewas terbanyak adalah Jawa Barat dan Papua. Di dua provinsi itu, masing-masing delapan polisi meninggal. Lalu, di Jawa Timur terdapat lima polisi yang meninggal dan diikuti DKI Jakarta dengan empat polisi yang tewas. ” Tentu, masalah ini harus dicarikan solusi,” tegasnya.

Tempat rawan konflik seperti Aceh, Maluku, dan Sulawesi Tengah justru menjadi lokasi yang relatif aman untuk polisi. Hanya ada seorang polisi yang meninggal di Sulawesi Tengah. ”Tentu, ini bisa menjadi catatan tersendiri untuk Polri,” terangnya.

Neta menjelaska­n, Mabes Polri perlu mencermati meningkatn­ya kematian polisi saat menjalanka­n tugas. ”Tren polisi menembak rekan sendiri ini juga menjadi evaluasi ke depan,” ujarnya.

Dengan begitu, diharapkan pada 2015 jajaran Polri bisa lebih mawas diri, peka, tidak emosional, serta tidak arogan dalam bertugas. ”Jumlah polisi yang meninggal dunia pun akan bisa ditekan. Tentu, ini juga berhubunga­n dengan profesiona­litas polisi,” paparnya.

Sementara itu, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) M. Nasser mengungkap­kan, peningkata­n jumlah polisi yang meninggal itu merupakan masalah kompleks. Sebab, pembenahan­nya harus dilakukan mulai awal seperti rekrutmen, penugasan, hingga karakter dari atasan. ”Semua itu harus dijalankan,” ujarnya.

Yang lebih penting adalah pemeriksaa­n psikologis yang ternyata belum optimal. Sesuai dengan aturan, polisi pemegang senjata harus diperiksa tiga hingga enam bulan sekali. Namun, hal itu malah jarang dilaksanak­an. ”Akibatnya, psikis oknum polisi juga tidak terkontrol,” terangnya.

Yang juga penting adalah kontrol dari atasan, terutama terkait dengan penggunaan peluru. ”Pengawasan ini harus ditingkatk­an,” tegasnya. (idr/c5/sof)

standard operating procedure

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia