Ngotot Memasukkan Poin Putusan MK dalam Revisi UU MD3
Perjuangan ”Jilid Dua” Irman Gusman dalam Penguatan DPD
Irman Gusman disebut berjasa besar pada periode pertama kepemimpinannya di Dewan Perwakilan Daerah. Lewat judicial review UU
MD3 di Mahkamah Konstitusi (MK), DPD kembali mendapatkan fungsi legislasi. Sayang, fungsi itu belum sepenuhnya bisa dijalankan.
MELALUI Pemilu Legislatif 2014, Irman Gusman kembali terpilih sebagai anggota DPD. Dan melalui pemilihan internal, dia juga kembali dipercaya memimpin lembaga tersebut. Salah satu pekerjaan besarnya yang tertunda adalah merealisasikan fungsi legislasi sesuai putusan MK yang saat ini belum sepenuhnya diberikan DPR.
Revisi UU MD3 yang sedang dilangsungkan menjadi harapan agar peran itu bisa kembali diraih, yakni kewenangan ikut menyusun undang-undang yang berkaitan dengan daerah. DPR telah memasukkan revisi UU MD3 dalam program legislasi nasional, namun DPD merasa pihaknya tidak dilibatkan dalam pembahasan regulasi tersebut.
Ketua DPD Irman Gusman mengakui, DPD saat ini masih dianggap seperti anak tiri. Konsep tripartit yang digembar-gemborkan pun masih menjadi wacana yang belum membumi. ”Sampai saat ini kami belum diakui. Padahal, di dalam pasal 22D ayat 2 UUD 1945, kami setara dengan presiden dan DPR,” jelasnya.
Menurut Irman, sebenarnya peran DPD sangat besar di dalam negara. Yakni, mewakili aspirasi daerah atau wilayah. Namun, saat ini publik cenderung salah menafsirkan bahwa DPR yang menampung semua keluhan warga, bukan DPD. ”Tugas dan kewajiban itu juga disandang DPD. Itu ada di dalam undang-undang,” ucapnya kemarin (25/12).
Irman menambahkan, DPD juga punya kewenangan legislasi. Yakni, membuat undang-undang. Hal itu sesuai dengan putusan MK Nomor 91/PUU-X/2012. Putusan MK tersebut mengatakan bahwa DPD juga diberi kewenangan penuh dalam membahas RUU terkait daerah. ”Putusan MK itu bersifat final dan mengikat,” paparnya.
Menurut Irman, pelibatan DPD dalam proses RUU bukan tanpa sebab. Hal itu dilakukan agar ada check and balances. Sebab, tidak tertutup kemungkinan legislasi yang dibuat menguntungkan pemerintah atau DPR saja.
Namun, putusan MK tersebut ternyata dilanggar. Salah satu contohnya saat pembahasan UU MD3. Dia mengutarakan kekecewaannya ketika pemerintah dan DPR membahas UU MD3. Saat itu DPD memberikan masukan dalam pembahasannya. Ada 13 poin yang diusulkan, na- mun dalam finalisasi tidak dibahas. ”Seharusnya, usul itu menjadi pertimbangan. Sayangnya, tidak ada respons,” ujarnya.
Ke depan dia terus memperjuangkan masuknya 13 poin sesuai putusan MK itu dalam UU MD3. Saat ini anggota DPD juga kembali menyempurnakan usul 13 poin tersebut. Poin utamanya adalah penguatan lembaga DPD sesuai putusan MK, namun dijabarkan dalam 13 poin untuk mereduksi pasal-pasal UU MD3 yang tidak sesuai dengan penguatan itu. Targetnya, 13 poin tersebut disepakati pemerintah dan DPR.
Selain itu, dia meminta DPR dan pemerintah lebih mengakui keberadaan dan fungsi DPD-DPR. Dia menganalogikan bahwa DPR adalah seorang kakak, sedangkan DPD adalah adiknya. Ketika lahir adik, hak yang melekat pada kakak juga ada pada adik. (aph/c6/fat)